Saturday, December 7, 2013

Browse » home» » » » » » » » Siapakah Ahlul Bait Nabi Yang Disucikan Allah

Siapakah Ahlul Bait Nabi Yang Disucikan Allah

Beberapa minggu lalu saya menemukan tulisan (buletin) dengan judul "Tikaman Syi’ah Kepada Ahlul Bait". Lagi-lagi Syiah menjadi "terdakwa" yang divonis secara in abtentia dengan tuduhan bahwa Syiah telah "menikam" Ahlul Bait Nabi Saww yang lain karena hanya mengakui empat orang Ahlul Bait (Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain) yang disucikan Allah Swt.
Sepintas tulisan tersebut benar dan argumentatif, tapi jika membaca hadits yang digunakan dari sumbernya (Muslim 4425), ternyata hadits tersebut telah dipenggal untuk tujuan menipu umat, padahal jika dilanjutkan maknanya akan lain.

Pada kesempatan ini saya tidak akan "menggugat" tulisan tersebut. Biarlah sobat blogger sendiri yang menilai dan menyimpulkannya. Tulisan ini pun tidak bermaksud melakukan pembelaan terhadap Syiah apalagi dakwah Syiah (Kan aneh, saya yang Sunni malah mengajak (dakwah) untuk menjadi Syiah). Tulisan ini hanya ingin memaparkan riwayat-riwayat dari kitab-kitab hadits kita sendiri menyangkut Ahlul Bait.

Sunni-Syiah sepakat bahwa umat Islam wajib memuliakan dan mencintai Ahlul Bait Nabi Saww (kecuali agama yang dianut ustadz ini), karena Ahlul Bait merupakan salah satu wasiat beliau di Ghadir Khum, setelah Kitabullah. Bahkan Nabi Saww sampai mengucapkan pesan tiga kali berulang-ulang supaya umat Islam memperlakukan Ahlul Bait dengan berpedoman pada hukum Allah. Yang jadi pertanyaan, siapakah Ahlul Bait yang diwasiatkan (dititipkan) Nabi Saww kepada umat Islam? Dan siapakah dari Ahlul Bait itu yang disucikan Allah?
Ahlul Bait adalah Keluarga Nabi
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa yang termasuk kedalam Ahlul Bait adalah semua keluarga Nabi Saww, baik anak, cucu, istri, maupun saudara-saudara Nabi Saww yang memiliki pertalian darah dengan beliau (bahkan ada yang memasukkan mertua dan menantu Nabi sebagai Ahlul Bait). Hal ini didasarkan pada hadits Muslim No. 4425, yang bersumber dari pernyataan Zaid bin Arqam (yang seringkali dipotong sampai kalimat "Zaid menjawab, Ya"),[1] berikut:
Dari Ismail bin Ibrahim, dari Abu Hayyan, dari Yazid bin Hayyan, dari Zaid bin Arqam: Suatu ketika Rasulullah berdiri dan berpidato di suatu oase yang disebut Khum, yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasehat dan peringatan: "..... Sesungguhnya aku akan meninggalkan dua hal yang berat kepada kalian, yaitu: Pertama, Kitabullah, yang berisi petunjuk dan cahaya. Oleh karena itu laksanakan isi Kitabullah dan pegang teguhlah..... Kedua, Ahlul baitku. Udzakkirukumullaha fi ahli baitii. Udzakkirukumullaha fi ahli baitii. Udzakkirukumullaha fi ahli baitii (Aku peringatkan kalian -atas nama- Allah dalam hal ahlul baitku. [diulang 3X])." Hushain (bin Sabrah) bertanya kepada Zaid: "Siapakah ahlul baitnya, wahai Zaid? Bukankah istri-istri beliau termasuk ahlul baitnya?" Zaid menjawab: "Istri-istri beliau termasuk ahlul baitnya, tetapi ahlul bait yang dimaksud (dalam wasiat Nabi Saww tersebut) adalah mereka yang diharamkan memakan sedekah sepeninggal beliau." Hushain bertanya: "Siapakah mereka?" Zaid menjawab: "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas." Hushain bertanya lagi: "Apakah mereka diharamkan menerima sedekah?" Zaid menjawab, "Ya." .....
Dari Hassan, yaitu Ibnu Ibrahim, dari Said, yaitu Ibnu Masruq, dari Yazid bin Hayyan dari Zaid bin Arqam: Rasulullah Saww bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat besar, salah satunya adalah Kitabullah (dan satunya lagi adalah Ahlul Bait. -pen.). Barang siapa yang mengikuti petunjuknya maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia akan tersesat." Juga di dalamnya disebutkan perkataan: Lalu kami bertanya: "Siapakah ahlu baitnya, bukankah istri-istri beliau termasuk ahlul baitnya?" Dia (Zaid) menjawab: "Bukan, demi Allah! Sesungguhnya seorang istri bisa saja dia setiap saat bersama suaminya. Tapi kemudian bisa saja ditalaknya hingga akhirnya dia kembali kepada bapaknya dan kaumnya. Yang dimaksud dengan ahlu bait adalah saudara sedarah dan keturunan beliau (ashluhu wa ashabatuhu) yang diharamkan menerima sedekah sepeninggal beliau."(HR. Muslim No. 4425)
Yang menarik dari hadits Muslim di atas (sayangnya tidak ditemukan hadits-hadits lain yang senada untuk mendukung hadits ini) adalah jawaban terhadap pernyataan, "bukankah istri-istri beliau termasuk ahlul baitnya?"
  1. Dari sanad Ismail bin Ibrahim menyatakan bahwa: Istri-istri Nabi Saww termasuk ahlul bait tetapi bukan yang dimaksudkan dalam wasiat beliau.
  2. Dari sanad Hassan bin Ibrahim menyatakan bahwa: Istri-istri Nabi Saww tidak termasuk ahlul bait karena bisa menjadi janda dan dikembalikan kepada orangtuanya.

Namun jawaban menurut kedua jalur (sanad) itu sama jika menyangkut Ahlul Bait yang diwasiatkan Nabi Saww supaya dijaga dan diperlakukan dengan berpedoman pada hukum Allah (Al-Quran dan Sabda Nabi Saww). Mereka adalah keturunan dan saudara yang bertalian darah dengan beliau (ashluhu wa ashabatuhu), seperti: keluarga Ali bin Abi Thalib (sepupu dan menantu Nabi), keluarga Aqil bin Abi Thalib (sepupu Nabi dan adik Ali), keluarga Jafar bin Abi Thalib (sepupu Nabi dan kakak Ali), dan keluarga Abbas bin Abdul-Muththalib (paman Nabi).

Lalu bagaimana dengan istri-istri Nabi Saww, apakah termasuk Ahlul Bait atau bukan, karena dari kedua jalur itu jawabannya berbeda-beda? Untuk menjawab pertanyaan ini, biarlah sobat blogger memilih sendiri jawabannya yang dianggap logis dan lugas.
Ahlul Bait Yang Disucikan Allah
Salah satu yang sering menjadi pertentangan antara Sunni dan Syiah adalah menyangkut siapa Ahlul Bait Nabi yang disucikan Allah? Sebagian Sunni (tidak semuanya) berpendapat bahwa semua Ahlul Bait (termasuk istri-istri, keturunan dan saudara sedarah Nabi Saww) akan disucikan Allah Swt, sedangkan Syiah (dan sebagian Sunni yang lain) berpendapat, hanya: Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain saja yang akan disucikan, sedang Ahlul Bait lainnya tidak.

Dari kedua pendapat tersebut, manakah yang memiliki dasar hukum (dalil agama) yang lebih kuat? Kiranya hadits-hadits berikut dapat memberikan jawaban yang gamblang menyangkut pertanyaan tersebut:
Dari Umar bin Abu Salamah, anak didik (tiri) Nabi Saww, berkata: "Saat ayat ini turun kepada Nabi Saww: Innamaa yuriidullahu liyudzhiba ankumurrijsa ahlal baiti wa yuthahhirakum tathhiiran (Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. [Al­-Ahzab ayat 33]) Rasulullah Saww sedang berada di rumah Ummu Salamah. Maka beliau memanggil Fatimah, Hasan dan Husain lalu menyelimuti mereka dengan kain (kisa) sedangkan Ali berada di belakang beliau, lalu beliau pun menyelimutinya dengan kain. Kemudian beliau berdoa: Ya Allah, mereka adalah ahlul baitku, maka hilangkanlah dosa dari diri mereka dan sucikanlah mereka dengan sesuci-sucinya. Ummu Salamah bertanya, Apakah saya termasuk bersama mereka (ana maahum), wahai Nabi Allah? Beliau menjawab: Engkau berada dalam kedudukanmu (anti ala makaniki) dan engkau berada dalam kebaikan (anti ala khair)." (HR. Tirmidzi No. 3129 dan 3719)
Dari Atha bin Abi Rabaah: Ummu Salamah menceritakan bahwa ketika Nabi Saww berada di rumahnya, Fatimah datang dengan membawa bejana yang berisi sup dan beliau pun menemuinya, lalu berkata padanya: "Panggillah suamimu dan kedua anakmu." Lalu datanglah Ali beserta Hasan dan Husain, mereka pun masuk dan duduk kemudian memakan sup tersebut, sementara beliau berada di tempat tidur di toko miliknya, di bawahnya terdapat kain (kisa) yang berasal dari Khaibar. Beliau berkata: "Ketika aku sedang shalat di kamar Allah menurunkan ayat ini: Innamaa yuriidullahu liyudzhiba ankumurrijsa ahlal baiti wa yuthahhirakum tathhiiran (Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. [Al­-Ahzab ayat 33])" Ia (Ummu Salamah) berkata: "Kemudian beliau mengambil kain (kisa) dan menutupi mereka dengannya, lalu beliau mengeluarkan tangannya dan mengangkatnya ke arah langit dan berdoa: Ya Allah, mereka adalah ahlul baitku dan orang-orang special/istimewa-ku (khashshati), maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka dengan sesuci-sucinya." Lalu aku melongokkan kepalaku kedalam rumah dan bertanya: "Apakah saya bersama kalian (ana maakum), wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya dirimu menuju pada kebaikan. Sesungguhnya dirimu menuju pada kebaikan (innaki ila khair)." (HR. Ahmad No. 25300)
Dari Ummu Salamah: Nabi Saww menyelimuti Hasan, Husain, Ali, dan Fatimah dengan kain (kisa), kemudian beliau berdoa: "Ya Allah, mereka adalah ahlul baitku, dan orang-orang special/istimewa-ku (khashshati), maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka dengan sesuci-sucinya." Maka Ummu Salamah bertanya: "Apakah saya termasuk bersama mereka (ana maahum), wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya dirimu menuju pada kebaikan." (HR. Tirmidzi No. 3806 dan Ahmad No. 25383)
Syahr bin Hausab berkata: Aku mendengar Ummu Salamah, istri Nabi Saww, melaknat penduduk Irak ketika datang berita kematian Husain bin Ali. Ummu Salamah berkata: "Mereka telah membunuhnya semoga Allah membinasakan mereka. Mereka telah menipu dan menghinakannya, semoga Allah melaknat mereka, karena aku melihat Rasulullah Saww didatangi Fatimah pada suatu pagi dengan membawa makanan dari gandum yang ia bawa dalam panci miliknya, lalu menghidangkannya di hadapan beliau. Kemudian beliau bertanya kepadanya, Dimanakah anak pamanmu (Ali)?. Fatimah menjawab, Ia ada di rumah. Beliau berkata, Pergi dan panggillah ia dan bawa kedua putranya. Maka Fatimah datang sambil menuntun kedua putranya dan Ali berjalan di belakang mereka. Lalu masuklah mereka ke ruang Rasulullah Saww dan beliau pun mendudukkan keduanya (Hasan dan Husain) di pangkuan beliau. Sedangkan Ali duduk disamping kanan beliau dan Fatimah di samping kiri beliau. Ummu Salamah berkata: Kemudian beliau menarik kain (kisa) buatan Khaibar di bawahku, yang menjadi hamparan tempat tidur kami di Madinah, lalu Nabi Saww menutupkan kain tersebut kepada mereka semua. Beliau memegang kedua ujung kain tersebut dengan tangan kirinya dan menengadahkan tangan kanannya kepada Tuhan Azza waalla sambil berdoa: Ya Allah, mereka adalah keluargaku (ahlii) maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. Ya Allah, mereka adalah ahlul baitku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. Ya Allah, mereka adalah ahlul baitku maka hilangkanlah dosa dari mereka dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah aku juga keluargamu (alastu min ahlika)?. Beliau menjawab: Benar. Masuklah ke dalam kain." Ia (Ummu Salamah) berkata: "Maka akupun masuk ke balik kain tersebut setelah beliau selesai berdoa untuk anak pamannya, Ali, kedua cucunya dan putrinya, Fatimah." (HR. Ahmad No. 25339)
Dari hadits-hadits Kisa di atas, yang berkaitan dengan turunnya ayat tathhir (penggalan surat Al­-Ahzab ayat 33), terlihat bahwa Ahlul Bait yang akan dihilangkan dosa-dosanya dan disucikan sesuci-sucinya oleh Allah hanya Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain.

Yang menarik dari hadits-hadits di atas adalah hadits Ahmad No. 25339. Jika membaca sepintas sepertinya jawaban Nabi Saww atas pertanyaan Ummu Salamah dalam hadits tersebut berbeda dengan jawaban beliau pada hadits Tirmidzi No. 3129, 3719, 3806, dan Ahmad No. 25300, 25383 di atas, namun jika dicermati, justru semakin menguatkan argumen bahwa Ahlul Bait yang "diistimewakan" (sebut saja demikian, karena akan dihilangkan dosanya dan disucikan sesuci-sucinya oleh Allah) hanya mencakup: Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain. Coba perhatikan pertanyaan Ummu Salamah dan jawaban Nabi Saww berikut:
  • Apakah saya bersama mereka (ana maahum)? [Tirmidzi No. 3806, 3129, 3719]; Apakah saya bersama kalian (ana maakum)? [Ahmad No. 25300]; Apakah saya bagian dari mereka (ana minhum)? [Ahmad No. 25383]
    Untuk ketiga pertanyaan tersebut jawaban Nabi Saww hampir sama, yaitu: "Sesungguhnya engkau menuju pada kebaikan (innaki ila khair) [dalam redaksi lain, berada dalam kebaikan (innaki ala khair)]." Dengan jawaban tersebut seolah Nabi Saww ingin menegaskan bahwa Ummu Salamah, begitupun dengan istri-istrinya yang lain, tidak termasuk kedalam Ahlul Bait yang dihilangkan dosa-dosanya dan disucikan sesuci-sucinya oleh Allah melainkan tetap berada pada kedudukannya sebagai istri beliau (anti ala makaniki) yang penuh dengan kebaikan (anti ala khair) [Tirmidzi No. 3129, 3719].
  • Bukankah aku juga keluargamu (alastu min ahlika)? [Ahmad No. 25339]
    Untuk pertanyaan itu Nabi Saww menjawab: "Benar", karena sebagai istri, Ummu Salamah termasuk keluarga (ahl) Nabi Saww, namun demikian Ummu Salamah (dan istri-istri beliau yang lain) tidak termasuk Ahlul Bait yang disucikan, karena sekalipun Ummu Salamah ikut masuk kedalam kain (kisa) tetapi masuknya setelah Nabi Saww selesai berdoa untuk Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain.

Selain hadits-hadits Kisa di atas, terdapat hadits-hadits lain yang dapat dijadikan argumen atau dalil pendukung untuk lebih menguatkan Ahlul Bait "istimewa" (khashshat) ini, antara lain:
Dari Aisyah: "Pada suatu pagi Rasulullah Saww keluar dari rumahnya dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Tak lama kemudian datang Hasan bin Ali, lalu Rasulullah Saww menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian datang Husain dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Setelah itu datanglah Fatimah dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Akhirnya datanglah Ali dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Lalu beliau membaca ayat Al-Quran yang berbunyi: Innamaa yuriidullahu liyudzhiba ankumurrijsa ahlal baiti wa yuthahhirakum tathhiiran (Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. [Al­-Ahzab ayat 33])" (HR. Muslim No. 4450)
Dari Saddad Abu Amar: Saya menemui Watsilah bin Al-Asqa... dia berkata: "Maukah saya beritahukan apa yang telah saya lihat dari Rasulullah Saww?" Saya menjawab, "Ya." Dia berkata: "Saya mendatangi Fatimah, saya bertanya tentang Ali. Dan Fatimah menjawab, Dia sedang menuju Rasulullah Saww. Maka aku pun duduk menunggunya hingga datang Rasulullah Saww bersama Ali, Hasan, dan Husain, yang saling bergandengan tangan satu sama lain hingga masuk (rumah). Lalu Ali mendekati Fatimah sedangkan beliau mendudukkan Hasan dan Husain di atas pangkuannya, kemudian melipatkan pakaiannya, yang disebut kain (kisa), pada mereka lalu membacakan ayat: Innamaa yuriidullahu liyudzhiba ankumurrijsa ahlal baiti wa yuthahhirakum tathhiiran (Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. [Al­-Ahzab ayat 33]) dan berkata: Ya Allah, mereka adalah ahlul baitku dan ahlul baitku-lah yang paling berhak." (HR. Ahmad No. 16374)
Dari Anas bin Malik: "Rasulullah Saww melewati depan pintu rumah Fatimah selama enam bulan saat hendak melaksanakan shalat Fajar (Shubuh). Beliau berkata: "Shalat wahai ahlul bait! Innamaa yuriidullahu liyudzhiba ankumurrijsa ahlal baiti wa yuthahhirakum tathhiiran (Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. [Al­-Ahzab ayat 33])." (HR. Tirmidzi No. 3130 dan Ahmad No. 13231, 13529)
Dari Amru bin Maimum: Ibnu Abbas merekatkan bajunya sambil berkata: "Cukup! Cukup! Mereka telah mencela seorang lelaki (Ali) yang memiliki sepuluh keutamaan. Mereka telah mencela seorang lelaki yang Nabi Saww berkata padanya: Aku akan berikan bendera (Perang Khaibar) kepada seorang lelaki yang tidak akan Allah hinakan selamanya. Dia mencintai Allah dan Rasul-Nya"... Ibnu Abbas melanjutkan: "Nabi juga mengambil bajunya dan memberikannya kepada Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, lalu berkata: Innamaa yuriidullahu liyudzhiba ankumurrijsa ahlal baiti wa yuthahhirakum tathhiiran (Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya. [Al­-Ahzab ayat 33])."... (HR. Ahmad No. 2903)
Jika keluarga Nabi Saww, seperti: Ummu Salamah, Aisyah (istri-istri Nabi), Ibnu Abbas (sepupu Nabi), dan Umar bin Abu Salamah (anak tiri Nabi), mengakui bahwa Ahlul Bait yang akan dihilangkan dosa-dosanya dan disucikan sesuci-sucinya oleh Allah Swt hanya mencakup: Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain, maka masih adakah pendapat lain yang lebih baik dari pernyataan (pengakuan) keluarga Nabi sendiri? Selain itu, dari semua kitab hadits yang ada, tidak ada satu pun riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Saww pernah mendoakan dan membacakan surat Al­-Ahzab ayat 33 untuk keluarga beliau yang lain, selain kepada Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain. Bahkan ketika turun ayat: "faqul taaalau nadu abnaa-ana wa abnaa-akum wa nisaa-ana wa nisaa-akum..." (Katakanlah, mari kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian, istri-istri kami dan istri-istri kalian... [Al-Imran ayat 61]), berkaitan dengan ajakan mubahalah kepada kaum Nasrani Najran, Nabi Saww hanya memanggil Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain.[2]
Allah Menentukan Sesuai KehendakNya
Sepintas, penentuan Ahlul Bait yang akan dihilangkan dosa-dosanya dan disucikan sesuci-sucinya oleh Allah terkesan pilih kasih dan tidak adil karena lebih mengutamakan keluarga Ali daripada keluarga Nabi lainnya, namun begitulah kehendak Allah.[3] Allah berkuasa untuk memuliakan orang yang Ia kehendaki dan menghinakan orang yang Ia kehendaki (Al-Imran ayat 26).

Selain itu, kedudukan Ali di sisi Nabi Saww seperti kedudukan Harun di sisi Musa[4] telah menjadikan keluarga Ali sebagai Ahlul Bait "special", baik bagi Nabi Saww sendiri maupun bagi Allah Swt, karena keluarga Harun As pun diperlakuan secara khusus oleh Allah Swt dan Nabi Musa As.[5]

Alasan lainnya, barangkali, ketika ayat tathhir diturunkan, hanya Fatimah lah putri Nabi Saww yang masih hidup dan hanya Fatimah pula putri beliau yang memiliki keturunan.[6]

Jika melihat hadits-hadits di atas, sungguh mengherankan jika masih ada orang yang beranggapan bahwa Syiah telah melakukan "tikaman" kepada Ahlul Bait. Apanya yang ditikam? Dan siapa Ahlul Bait yang ditikam? Justru pendapat Syiah mengenai Ahlul Bait memiliki dalil yang sangat kuat.
Hanya muslim yang jujur, yang mampu menilai masalah Ahlul Bait ini dengan adil: Tanpa prasangka, tanpa kebencian, murni karena kecintaan.
Allahuma shalli ala Muhammad wa ala aali Muhammad...

Wallahu alam .....
Perlu dibaca:
  1. Jangan Suudhan, Pembela Syiah Belum Tentu Syiah
  2. Karena Membenci Syiah, Ahlul Bait Pun Terkena Fitnah
  3. Kemiripan Antara Perang Shiffin dengan Perang Suriah
[1] Dalam tulisan "Tikaman Syi’ah Kepada Ahlul Bait", hadits Muslim ini sengaja dipotong sampai kalimat "Zaid menjawab, Ya" agar argumen mereka dapat dibenarkan. Bahkan mereka mengabaikan perkataan Zaid bin Arqam yang mengatakan bahwa para istri Nabi Saww tidak termasuk kedalam Ahlul Bait yang menjadi pesan beliau.
[2]Dari ‘Amir bin Sa’ad bin Abi Waqash dari ayahnya yang berkata: Muawiyah bin Abi Sufyan memerintah Sa’ad, lalu berkata: "Apa yang menghalangimu untuk mencaci Abu Turab (Ali)?!". Sa’ad berkata: "Selama aku masih mengingat tiga hal yang dikatakan oleh Rasulullah Saww aku tidak akan mencacinya..... Dan ketika turun ayat faqul taaalau nadu abnaa-ana wa abnaa-akum... (Katakanlah, Mari kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kalian... [Al-Imran ayat 61]), Rasulullah Saww memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dan berkata: "Ya Allah merekalah keluargaku"." (HR. Muslim No. 4420 dan Tirmizi No. 3658)
[3] Menarik untuk membaca tulisan seorang blogger, "Pelat Kapal Nabi Nuh As", dimana ditemukan tulisan yang menyebutkan nama Muhammad, Ali, Fatima, Shabbar (Hasan) dan Shabbir (Husain) pada pelat kayu yang diduga bekas kapal Nabi Nuh As. Jika berita ini benar, Subhanallah... Tuhan Sang Maha Perancang.
[4]Lihat Bukhari No. 3430, 4064; Muslim No. 4418, 4419, 4420, 4421; Tirmidzi No. 3658, 3663, 3664; Ibnu Majah No. 112, 118; Ahmad No. 1384, 1408, 1423, 1427, 1450, 1465, 1498, 1514, 1522, 2903, 10842, 14111, 25834, 26195.
[5]"Panggillah Harun abangmu beserta anak-anaknya Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar, dan khususkanlah mereka supaya dapat melayani Aku sebagai imam." (Keluaran 28:2)
[6]Lihat "Fatimah" atau "Putra Putri Nabi".

No comments:

Post a Comment