 Menonton program petualangan “Ekspedisi Cincin Api” yang ditayangkan di  Kompas-TV, menggelitik fikiran saya tentang kondisi geografis negeri  ini yang memiliki gunung api terbanyak di dunia karena dilintasi barisan  gunung-gunung berapi dunia yang dikenal sebagai “ring of fire”  (cincin api). Hal ini yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia  memiliki tanah yang subur, yang diakibatkan oleh muntahan material  vulkanik yang kerap dikeluarkan saat gunung berapi meletus. Bahkan  karena kondisi alam yang sedemikian, beberapa waktu lalu dunia sempat  dihebohkan oleh sebuah buku yang menyatakan bahwa Indonesia adalah benua  Atlantis yang hilang.
           Menonton program petualangan “Ekspedisi Cincin Api” yang ditayangkan di  Kompas-TV, menggelitik fikiran saya tentang kondisi geografis negeri  ini yang memiliki gunung api terbanyak di dunia karena dilintasi barisan  gunung-gunung berapi dunia yang dikenal sebagai “ring of fire”  (cincin api). Hal ini yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia  memiliki tanah yang subur, yang diakibatkan oleh muntahan material  vulkanik yang kerap dikeluarkan saat gunung berapi meletus. Bahkan  karena kondisi alam yang sedemikian, beberapa waktu lalu dunia sempat  dihebohkan oleh sebuah buku yang menyatakan bahwa Indonesia adalah benua  Atlantis yang hilang.Kekayaan  alam Indonesia yang menawan –salah satunya Indonesia merupakan Negara  kepulauan dengan banyak gunung berapi– mungkin saja mengilhami Georges  Prosper Remi (1907-1983) alias Hergé si pengarang komik serial Petualangan Tintin untuk membuat salah satu komiknya ber-setting di Indonesia. Pada komik Petualangan Tintin berjudul “Penerbangan 714  ke Sydney” yang dibuat pada tahun 1966, Tintin, Milo (Snowy), Kapten  Haddock dan Profesor Lakmus (Prof. Calculus), memulai petualangannya di  Indonesia (aslinya disebutkan Sondonesia) ketika secara tidak sengaja  pesawat yang mereka tumpangi dibajak dan dipaksa mendarat di sebuah  pulau terpencil.

Alkisah  dalam komik tersebut diceritakan sebelum melanjutkan perjalanan ke  Sydney, pesawat Boeing 707 dengan nomor penerbangan 714 dari London yang  ditumpangi Tintin dkk., transit terlebih dahulu di Jakarta  International Airport yang ketika itu masih berlokasi di Kemayoran (Kemajoran International Airport – Djakarta). Tapi dalam komik Tintin saat masih diterbitkan oleh Indira (berjudul “Penerbangan 714” saja, tanpa “ke Sydney”) disebutkan Tintin  mendarat di Cengkareng. Mungkin saat komik aslinya dibuat pada tahun  1966 bandara Cengkareng belum ada dan masih menggunakan bandara  Kemayoran yang sekarang dijadikan lokasi Pekan Raya Jakarta (PRJ).

Di  Jakarta, Tintin dkk. bertemu teman lamanya Kapten Szut yang telah  menjadi pilot pribadi miliuner Laszlo Carreidas. Sang miliyuner mengajak  serta Tintin dkk. untuk menumpangi pesawat jet pribadinya, Carriedas-160 tujuan Sydney. Di perjalanan, pesawat tersebut sempat melakukan kontak  udara dengan menara kontrol yang ada di Mataram dan Makassar sesaat  sebelum dibajak. Bahkan ketika terbang rendah di perairan Indonesia  karena menghindari pantauan radar, pesawat jet yang dibajak itu sempat  merangsek layar perahu Phinisi milik salah satu nelayan Indonesia.  Disitu terlihat sang nelayan mengucapkan sumpah serapah dengan bahasa  Indonesia yang kaku, "kurang adjar! Apa tidak bissa djaga sampoenja lajar! apa gila!", mungkin maksudnya begini “kurang ajar! Apa tidak bisa lihat layar kapal? Sudah gila apa?”.
Pesawat  yang ditumpangi Tintin dkk. mendarat darurat di sebuah pulau kecil  bernama Pulau Bompa yang kurang lebih berada di Indonesia Timur,  diceritakan pulau tersebut terletak di Laut Sulawesi dan di pulau itu  terdapat gunung berapi aktif sebagai rangkaian dari sabuk gunung api  dunia (ring of fire). Di  pulau itu terdapat beberapa milisi lokal yang dipekerjakan musuh  bebuyutan Tintin, Rastapopoulos dalam melakukan pembajakan pesawat  Carriedas. Sang milisi nampak menggunakan pakaian tradisional Indonesia,  seperti kopiah dan ikat kepala khas daerah Sulawesi. Selain itu, di  pulau tersebut digambarkan fauna khas Indonesia seperti Komodo, burung  Rangkong dan monyet Bekantan yang berhidung besar.
 Ending dari komik tersebut menceritakan kegagalan para pembajak yang  menyandera sang Milyuner untuk mendapatkan uang, karena gunung berapi di  pulau itu meletus dan mereka harus menyelamatkan diri masing-masing.  Disitu juga digambarkan Tintin dan teman-teman melarikan diri hingga  menemukan situs purbakala di dalam goa dengan relief-relief mirip dengan  yang ada situs-situs purbakala di Indonesia Timur. Sebagai bumbu cerita  Hergé menambahkan UFO yang membantu menyelamatkan Tintin dkk. untuk bisa keluar dari pulau dengan selamat.  Mungkin saat komik ini dibuat, isu-isu seputar UFO dan dunia ruang  angkasa mulai sering diperbincangkan, mengingat tema UFO belum pernah  muncul pada serial Tintin sebelumnya yang rata-rata ber-setting antara tahun 1930-an hingga awal 1960-an.
Ending dari komik tersebut menceritakan kegagalan para pembajak yang  menyandera sang Milyuner untuk mendapatkan uang, karena gunung berapi di  pulau itu meletus dan mereka harus menyelamatkan diri masing-masing.  Disitu juga digambarkan Tintin dan teman-teman melarikan diri hingga  menemukan situs purbakala di dalam goa dengan relief-relief mirip dengan  yang ada situs-situs purbakala di Indonesia Timur. Sebagai bumbu cerita  Hergé menambahkan UFO yang membantu menyelamatkan Tintin dkk. untuk bisa keluar dari pulau dengan selamat.  Mungkin saat komik ini dibuat, isu-isu seputar UFO dan dunia ruang  angkasa mulai sering diperbincangkan, mengingat tema UFO belum pernah  muncul pada serial Tintin sebelumnya yang rata-rata ber-setting antara tahun 1930-an hingga awal 1960-an.Saat  ini, kisah petualangan Tintin di Nusantara dijadikan salah satu ikon  persahabatan Belgia dan Indonesia, sebab komik karangan Hergé –yang merupakan orang Belgia– begitu melegenda di Indonesia. Menurut Antaranews (12/03/2011), konsul kehormatan RI di Belgia, Eric Domb, menyerahkan reproduksi beberapa cuplikan gambar komik Tintin "Flight 714 to Sydney" kepada Dubes RI di Brusel yang diwakili oleh Sekretaris  Tiga Pensosbud KBRI Brusel, Royhan N. Wahab sebagai symbol kedekatan  Indonesia-Belgia melalui media komik. Dalam hal ini Eric Domb bertindak  sebagai wakil resmi Fanny Rodwell, janda mendiang Hergé, pemilik dan memegang hak cipta atas seluruh komik Tintin karya Hergé. Eric Domb juga mengatakan bahwa keluarga Hergé tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, sumbangan ini adalah yang pertama kali dilakukan keluarga Hergé.
 
No comments:
Post a Comment